Rabu, 18 April 2012

Pajak Pertambahan NIlai (PPN)

A.                     Pendahuluan

Sebagaimana diketahui bahwa jumlah penduduk indonesia yang lebih dari 200.000.000 jiwa.  Tetapi sedikit sekali orang yang terdaftar sebagai wajib pajak. Hal ini disebabkan karena pada umumnya warga indonesia masih kurang peduli dan kurang mengetahui arti pentingnya sebuah pajak serta ada anggapan bahwa pajak hanya memberatkan pengeluaran pribadi masing – masing manusia.
Hal ini tentu saja sanga t bertentangan dengan rencana pemerintah yang ingin membangun b angsa. Dan perlu diketahui bahwa salah satu sumber pendapatan negara yang utama negara adalah pajak.  Tetapi juga sadar atau tidak sadar sebenarnya barang – barang atau jasa – jasa  yang diperdagangkan dipasaran sudah mengandung pajak, dan pajak ini disebut pajak pertambahan nilai.
Dalam hal ini kami para penyusun, akan membahas tentang pajak pertambahan nilai. Dan lebih detailnya akan membahas tentang barang – barang kena pajak (BKP) maupun yang tidak kena pajak serta jasa (JKP, mekanisme pemungutanya, obyek, tarif dan perhitungan PPN, saat terutangnya pajak dan dasar pengenaan pajak. Serta cara perhitungannya.












B.                     Pembahasan
PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah suatu barang atau jasa dari kegiatan ekonomi disuatu negara,  yang dalam UU disebut Daerah Pabean. Pada prinsip pengenaannya ada dua yaitu prinsip asal yaitu PPN yang dikenakan dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan dan ke dua adalah prinsip tujuan yaitu PPN yang dikenakan dimana barang atau jasa tersebut digunakan atau dimanfaatkan atau dikonsumsi. Dan tahap pengenaannya ada dua yaitu tahap single stage yaitu PPN yang pengenaanya hanya sekali saja pada jalur rantai distribusi. Kedua adalah tahap multistage yaitu PPN dikenakan disetiap tahap sepanjang jalur distribusi. Serta tipenya dibagi tiga yaitu consuption type VAT (Value Added Tax), Net Income Tax dan Gross Product Type.
Berbicara masalah barang kena pajak (BKP), maka barang yang berwujud, yang menurut sifatnya atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN Pasal 1 angka 2 dan 3
Kemudian ada juga barang – barang yang tidak kena pajak, berdasarkan UU PPN pasal 4A, maka digolongkan atas:
1.     Barang hasil pertambangan atau pengeboran
2.     Barang – barang kebutuhan pokok, atau yang lebih dikenal “sembako”
3.     Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restaurant, rumah makan dan sejenisnya
4.     Uang, Emas batangan dan surat – surat berharga

Kemudian tentang jasa kena pajak (JKP), maka hal ini adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai (Menurut UU PpN Pasal 1 angka 5 dan 6).
Tetapi ada juga jasa yang tidak kena pajak, yaitu menurut UU PPN pasal 4A ayat 1 dan 2 digolongkan atas:
1.     Jasa dibidang pelayanan sosial medik
2.     Jasa dibidang pelayanan sosial
3.     Jasa dibidang pengiriman surat dengan perangko
4.     Jasa dibidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
5.     Jasa dibidang keagamaan
6.     Jasa dibidang pendidikan
7.     Jasa dibidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
8.     Jasa dibidang penyiaran selain iklan
9.     Jasa dibidang angkutan umum
10.            Jasa dibidang tenaga kerja
11.            Jasa dibidang perhotelan
12.            Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum

A.         Mekanisme Pemungutan
Sebelum dibahas tentang mekanisme pemungutannya, maka badan – badan resmi yang menjadi pemungut PPN adalah:
1.     Bendaharawan Pemerintah
2.     Kantor perbendaharaan dan kas negara
3.     Pertamina
4.     Kontraktor kontrak bagi hasil dan kontrak karya dibidang minyak
5.     Badan Usaha Milik Negara
6.     Badan Usaha Milik Daerah
7.     Bank milik negara/daerah dan bank indonesia

PPN yang terutang atas penyerahan barang dan jasa oleh pengusaha kena pajak (PKP) rekanan pemerintah yang pembayaranya melalui bendaharawan pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh bendaharawan pemerintah atas nama PKP rekanan pemerintah.
PPN yang tidak dipungut oleh bendaharawan pemerintah jika:
1.     Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah – pecah
2.     Pembayran untuk pembebasan tanah
3.     Pembayaran atas BKP dan JKP yang menurut ketentuan perundangan – perundangan yang berlaku tidak dipungut PPN
4.     Pembayaran atas penyerahan BBM dan Non BBM oleh pertamina
5.     Pembayran rekening telepon
6.     Pembayaran atas jasa angutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan

B. Tarif Pajak
tentang berapa  besarnya tarif untuk PPN ini telah ditetapkan dalam UU PPN, yaitu diatur dalam Pasal 7. Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
Sedangkan Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen diterapkan atas:
a.     ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b.     ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c.     ekspor Jasa Kena Pajak.
Sebagamana telah diketahui bahwa Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu atas:


a.     Barang Kena Pajak Berwujud yang diekspor;
b.     Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean; atau
c.     Jasa Kena Pajak yang diekspor termasuk Jasa Kena Pajak yang diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean, dikenai Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen).

Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.
Tarif pajak sebesar 10% tersebut sebagaimana tersebut diatas dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang mengubah tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara






C.     Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak PPN dibagi menjadi 4 kategori yaitu:
1.     Nilai/harga jual
2.     Harga pengganti
3.     Nilai Impor
4.     Nilai Ekspor
5.     Nilai lain
a.     Pemakaian sendiri BKP/JKP
b.     Pemberian cuma – Cuma BKP/JKP
c.     Media rekaman suara atau gambar (berdasarkan KEP DJP No 81/PJ/2004)
1.     Rp. 8.000,- (delapan ribu rupiah) per buah untuk kaset isi jenis A;
2.     Rp. 16.000,- (enam belas ribu rupiah) per buah untuk kaset isi jenis B;
3.     Rp. 7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah) per buah untuk kaset isi jenis C;
4.     Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per buah untuk Compact disc jenis CD.1;
5.     Rp. 48.000,- (empat puluh delapan ribu rupiah) per buah untuk Compact disc jenis CD.2;
6.     Rp. 18.000,- (delapan belas ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis VCDK.1;
7.     Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis VCDK.2;
8.     Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis VCDK. Ekonomis.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan:
1.     Kaset isi jenis A adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi :
a.     lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia; atau
b.     lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia.
2.     Kaset isi jenis B adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi :
a.     lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau
b.     lagu yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
c.     lagu instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.
3.     Kaset isi jenis C adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi :
a.     lagu yang seluruhnya berbahasa daerah yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia; atau
b.     rekaman cerita, lawak, wayang, dan rekaman yang sejenis lainnya dalam bahasa Indonesia/Daerah; atau
c.     suara burung dan suara hewan lainnya; atau
d.     lagu keagamaan.
4.     Compact Disc jenis CD.1 adalah produk rekaman suara di atas compact disc yang berisi :
a.     lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia; atau
b.     lagu instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c.     lagu keagamaan.
5.     Compact Disc jenis CD.2 adalah produk rekaman suara di atas compact disc yang berisi :
a.     lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau
b.     lagu yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
c.     lagu instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.
6.     Video Compact Disc jenis VCDK.1 adalah produk rekaman suara di atas, video compact disc dengan harga jual eceran di atas Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) yang berisi :
a.     lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke), yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia; atau
b.     lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c.     lagu keagamaan beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke).


7.     Video Compact Disc jenis VCDK.2 adalah produk rekaman suara di atas video compact disc yang berisi :
a.     lagu berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan berbahasa Indonesia/daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke), selain lagu keagamaan; atau
b.     lagu beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
c.     lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.
8.     Video Compact Disk jenis VCDK. Ekonomis adalah produk rekaman suara di atas video compact disc dengan harga jual eceran sampai dengan Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) yang berisi :
a.     lagu berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke), yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia; atau
b.     lagu instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang seluruh penciptanya warga  negara Indonesia; atau
c.     lagu keagamaan beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke).


d.     Penyerahan film cerita
e.     Persediaan barang kena pajak yang masih tersisa saat pembubaran perusahaan
f.       Aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjual belikan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar
g.     Kendaraan motor bekas
h.     Jasa biro perjalanan/pariwisata
i.        Jasa pengiriman paket
j.        Jasa anjak piutang
k.     Penyerahan BKP/JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya
l.        Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang

D.     Saat terutang pajak
Untuk menentukan saat PKP melaksanakan kewajiban membayar pajak, penentuan saat pajak terutang menjadi sangat relevan. Tanpa diketahui saat pajak terutang, tidak mungkin ditentukan bilamana PKP wajib memenuhi kewajiban melunasi utang pajaknya.
Untuk menentukan saat pajak terutang sangat erat kaitannya dengan penentuan saat tim-bulnya utang pajak. Sebagai pajak objektif, PPN menganut ajaran materiil timbulnya utang pajak yaitu utang pajak timbul karena undang-undang. Dengan kata lain dapat di-rumuskan bahwa utang pajak timbul karena adanya tatbestand yang diatur dalam undang-undang, yaitu sejak adanya suatu ke-adaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Dengan rumusan yang lebih sederhana, dapat ditentukan bahwa utang PPN mulai timbul sejak adanya objek pajak. Ajaran materiil timbulnya utang pajak dianut oleh suatu jenis pajak yang mekanisme pemungutan pajak-nya menggunakan self assessment system. Mekanisme pemungutan PPN menggunakan sistem ini, sehingga timbulnya utang pajak ditentukan berdasarkan ajaran materiil.
Dari ketentuan Pasal 11 UU PPN 1984 dapat disimpulkan bahwa pajak terutang: 
1) pada saat penyerahan BKP atau JKP 
2) pada saat impor BKP 
3) pada saat dimulai pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean 
4) pada saat pembayaran dalam hal : 
a.  pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP 
b.  pembayaran dilakukan sebelum dimulai pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 
c.  pada saat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 

E.      Cara menghitung pajak

PPN yang terutang = tarif x DPP
PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.
Contoh :
1.     PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B"
100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A"
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00
2.     PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :
a.  Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00
b.  Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri,
DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp 500.000,00
PPN yang terutang :
c.     Atas penjualan 80 pasang sepatu
10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
d.     Atas pemakai sendiri
10% x Rp.500.000,00 =    Rp 50.000,00
Jumlah PPN terutang =        Rp 1.010.000,00
3.     PKP Pedagang Eceran (PE) "C" menjual
a.     BKP seharga = Rp.10.000.000,00
b.     Bukan BKP =    Rp. 5.000.000,00
Rp.15.000.000,00
PPN yang terutang
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
PPN yang harus disetor
10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00
4.     PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga Rp.40.000.000,00
PPN yang terutang
10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00
Catatan :
PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan PPn BM dikenakan hanya sekali.


C.                     Kesimpulan

Jadi PPN adalah PPN adalah pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah suatu barang atau jasa dari kegiatan ekonomi disuatu negara,  yang dalam UU disebut Daerah Pabean. Pada prinsip pengenaannya ada dua yaitu prinsip asal yaitu PPN yang dikenakan dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan dan ke dua adalah prinsip tujuan. Dan tahap pengenaannya ada dua yaitu tahap single stage dan multistage.
Berbicara masalah barang kena pajak (BKP), maka barang yang berwujud, yang menurut sifatnya atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN Pasal 1 angka 2 dan 3. Serta ada juga barang yang bebas PPN.
Kemudian tentang jasa kena pajak (JKP), maka hal ini adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai (Menurut UU PpN Pasal 1 angka 5 dan 6).
Dan mekanismenya adalah PPN yang terutang atas penyerahan barang dan jasa oleh pengusaha kena pajak (PKP) rekanan pemerintah yang pembayaranya melalui bendaharawan pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh bendaharawan pemerintah atas nama PKP rekanan pemerintah.
tentang berapa  besarnya tarif untuk PPN ini telah ditetapkan dalam UU PPN, yaitu diatur dalam Pasal 7. Dalam pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
Sedangkan Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen diterapkan atas ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan ekspor Jasa Kena Pajak.
Kemudian Dasar pengenaan pajak PPN dibagi menjadi 4 kategori yaitu Nilai/harga jual, Harga pengganti , Nilai Impor, Nilai Ekspor, Nilai lain dan Cara menghitung pajak  adalah PPN yang terutang = tarif x DPP

D.                     Daftar Pustaka

1.     Belajar pajak. Tarif PPN. http://belajarpajak.com/2009/11/11/tarif-ppn/. Diakses pada tanggal 17 April 2012.
2.     Ilyas, Wirawan B. dan Rudy Suhartono. 2007. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3.     Ortax. Tarif Pajak dan Cara Menghitung PPN. http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=7112. Diakses pada tanggal 18 April 2012.
4.     Pajak. Net. Tarif Pajak dan Cara Hitung PPN PPnBM. http://www.pajak.net/info/tarif_pajak_dan_cara_hitung_PPN_PPnBM.htm. Diakses pada tanggal 18 April 2012.
5.     Suandi,Erly. 2002. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.