A.
Pendahuluan
Sebagaimana diketahui bahwa
jumlah penduduk indonesia yang lebih dari 200.000.000 jiwa. Tetapi sedikit sekali orang yang terdaftar
sebagai wajib pajak. Hal ini disebabkan karena pada umumnya warga indonesia
masih kurang peduli dan kurang mengetahui arti pentingnya sebuah pajak serta
ada anggapan bahwa pajak hanya memberatkan pengeluaran pribadi masing – masing
manusia.
Hal ini tentu saja sanga t
bertentangan dengan rencana pemerintah yang ingin membangun b angsa. Dan perlu
diketahui bahwa salah satu sumber pendapatan negara yang utama negara adalah
pajak. Tetapi juga sadar atau tidak
sadar sebenarnya barang – barang atau jasa – jasa yang diperdagangkan dipasaran sudah
mengandung pajak, dan pajak ini disebut pajak pertambahan nilai.
Dalam hal ini kami para
penyusun, akan membahas tentang pajak pertambahan nilai. Dan lebih detailnya
akan membahas tentang barang – barang kena pajak (BKP) maupun yang tidak kena
pajak serta jasa (JKP, mekanisme pemungutanya, obyek, tarif dan perhitungan
PPN, saat terutangnya pajak dan dasar pengenaan pajak. Serta cara
perhitungannya.
B.
Pembahasan
PPN adalah pajak yang
dikenakan terhadap nilai tambah suatu barang atau jasa dari kegiatan ekonomi
disuatu negara, yang dalam UU disebut
Daerah Pabean. Pada prinsip pengenaannya ada dua yaitu prinsip asal yaitu PPN
yang dikenakan dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan dan ke dua adalah
prinsip tujuan yaitu PPN yang dikenakan dimana barang atau jasa tersebut
digunakan atau dimanfaatkan atau dikonsumsi. Dan tahap pengenaannya ada dua
yaitu tahap single stage yaitu PPN yang pengenaanya hanya sekali saja pada
jalur rantai distribusi. Kedua adalah tahap multistage yaitu PPN dikenakan
disetiap tahap sepanjang jalur distribusi. Serta tipenya dibagi tiga yaitu consuption
type VAT (Value Added Tax), Net Income Tax dan Gross Product Type.
Berbicara masalah barang kena
pajak (BKP), maka barang yang berwujud, yang menurut sifatnya atau hukumnya
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak
berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN Pasal 1 angka 2 dan 3
Kemudian ada juga barang –
barang yang tidak kena pajak, berdasarkan UU PPN pasal 4A, maka digolongkan
atas:
1.
Barang
hasil pertambangan atau pengeboran
2.
Barang
– barang kebutuhan pokok, atau yang lebih dikenal “sembako”
3.
Makanan
dan minuman yang disajikan di hotel, restaurant, rumah makan dan sejenisnya
4.
Uang,
Emas batangan dan surat – surat berharga
Kemudian tentang jasa kena
pajak (JKP), maka hal ini adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai (Menurut UU PpN Pasal 1 angka 5
dan 6).
Tetapi ada juga jasa yang
tidak kena pajak, yaitu menurut UU PPN pasal 4A ayat 1 dan 2 digolongkan atas:
1.
Jasa
dibidang pelayanan sosial medik
2.
Jasa
dibidang pelayanan sosial
3.
Jasa
dibidang pengiriman surat dengan perangko
4.
Jasa
dibidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
5.
Jasa
dibidang keagamaan
6.
Jasa
dibidang pendidikan
7.
Jasa
dibidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
8.
Jasa
dibidang penyiaran selain iklan
9.
Jasa
dibidang angkutan umum
10.
Jasa
dibidang tenaga kerja
11.
Jasa
dibidang perhotelan
12.
Jasa
yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum
A.
Mekanisme Pemungutan
Sebelum dibahas tentang mekanisme
pemungutannya, maka badan – badan resmi yang menjadi pemungut PPN adalah:
1.
Bendaharawan
Pemerintah
2.
Kantor
perbendaharaan dan kas negara
3.
Pertamina
4.
Kontraktor
kontrak bagi hasil dan kontrak karya dibidang minyak
5.
Badan
Usaha Milik Negara
6.
Badan
Usaha Milik Daerah
7.
Bank
milik negara/daerah dan bank indonesia
PPN yang terutang atas
penyerahan barang dan jasa oleh pengusaha kena pajak (PKP) rekanan pemerintah
yang pembayaranya melalui bendaharawan pemerintah, dipungut, disetor dan
dilaporkan oleh bendaharawan pemerintah atas nama PKP rekanan pemerintah.
PPN yang tidak dipungut oleh
bendaharawan pemerintah jika:
1.
Pembayaran
yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah – pecah
2.
Pembayran
untuk pembebasan tanah
3.
Pembayaran
atas BKP dan JKP yang menurut ketentuan perundangan – perundangan yang berlaku
tidak dipungut PPN
4.
Pembayaran
atas penyerahan BBM dan Non BBM oleh pertamina
5.
Pembayran
rekening telepon
6.
Pembayaran
atas jasa angutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan
B. Tarif Pajak
tentang
berapa besarnya tarif untuk PPN ini telah ditetapkan dalam UU PPN,
yaitu diatur dalam Pasal 7.
Dalam pasal 7
ayat (1) disebutkan bahwa Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh
persen).
Sedangkan Tarif
Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen diterapkan atas:
a.
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b.
ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c.
ekspor Jasa Kena Pajak.
Sebagamana telah diketahui bahwa Pajak Pertambahan Nilai
adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean. Oleh
karena itu atas:
a.
Barang Kena Pajak Berwujud yang diekspor;
b.
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean yang dimanfaatkan
di luar Daerah Pabean; atau
c.
Jasa Kena Pajak yang diekspor termasuk Jasa Kena Pajak yang diserahkan
oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena
Pajak atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan di luar Daerah Pabean,
dikenai Pajak
Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan tarif
0% (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan
tersebut dapat dikreditkan.
Tarif pajak sebesar 10% tersebut sebagaimana tersebut
diatas dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi
15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau
peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang mengubah
tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling
tinggi 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.
Perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat ini dikemukakan oleh Pemerintah
kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
C.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak PPN dibagi menjadi
4 kategori yaitu:
1.
Nilai/harga
jual
2.
Harga
pengganti
3.
Nilai
Impor
4.
Nilai
Ekspor
5.
Nilai
lain
a.
Pemakaian
sendiri BKP/JKP
b.
Pemberian
cuma – Cuma BKP/JKP
c.
Media
rekaman suara atau gambar (berdasarkan KEP DJP No 81/PJ/2004)
1.
Rp.
8.000,- (delapan ribu rupiah) per buah untuk kaset isi jenis A;
2.
Rp.
16.000,- (enam belas ribu rupiah) per buah untuk kaset isi jenis B;
3.
Rp.
7.500,- (tujuh ribu lima ratus rupiah) per buah untuk kaset isi jenis C;
4.
Rp.
20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per buah untuk Compact disc jenis CD.1;
5.
Rp.
48.000,- (empat puluh delapan ribu rupiah) per buah untuk Compact disc jenis
CD.2;
6.
Rp.
18.000,- (delapan belas ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis
VCDK.1;
7.
Rp.
50.000,- (lima puluh ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis
VCDK.2;
8.
Rp.
10.000,- (sepuluh ribu rupiah) per buah untuk Video compact disc jenis VCDK.
Ekonomis.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan:
1.
Kaset
isi jenis A adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi :
a.
lagu
berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan
berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia;
atau
b.
lagu
instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia.
2.
Kaset
isi jenis B adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi :
a.
lagu
berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan
berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau
b.
lagu
yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
c.
lagu
instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.
3.
Kaset
isi jenis C adalah produk rekaman suara di atas pita kaset yang berisi :
a.
lagu
yang seluruhnya berbahasa daerah yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga
negara Indonesia; atau
b.
rekaman
cerita, lawak, wayang, dan rekaman yang sejenis lainnya dalam bahasa
Indonesia/Daerah; atau
c.
suara
burung dan suara hewan lainnya; atau
d.
lagu
keagamaan.
4.
Compact
Disc jenis CD.1 adalah produk rekaman suara di atas compact disc yang berisi :
a.
lagu
berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan
berbahasa daerah, yang seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia;
atau
b.
lagu
instrumentalia yang seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c.
lagu
keagamaan.
5.
Compact
Disc jenis CD.2 adalah produk rekaman suara di atas compact disc yang berisi :
a.
lagu
berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan
berbahasa Indonesia/Daerah, selain lagu keagamaan; atau
b.
lagu
yang satu atau lebih penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
c.
lagu
instrumentalia yang satu atau lebih penciptanya warga negara asing.
6.
Video
Compact Disc jenis VCDK.1 adalah produk rekaman suara di atas, video compact
disc dengan harga jual eceran di atas Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) yang
berisi :
a.
lagu
berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan
berbahasa daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke), yang
seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia; atau
b.
lagu
instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang
seluruh penciptanya warga negara Indonesia; atau
c.
lagu
keagamaan beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke).
7.
Video
Compact Disc jenis VCDK.2 adalah produk rekaman suara di atas video compact
disc yang berisi :
a.
lagu
berbahasa asing dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa asing dan
berbahasa Indonesia/daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc
Karaoke), selain lagu keagamaan; atau
b.
lagu
beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang satu atau lebih
penciptanya atau penyanyinya warga negara asing; atau
c.
lagu
instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang satu
atau lebih penciptanya warga negara asing.
8.
Video
Compact Disk jenis VCDK. Ekonomis adalah produk rekaman suara di atas video
compact disc dengan harga jual eceran sampai dengan Rp. 10.000,- (sepuluh ribu
rupiah) yang berisi :
a.
lagu
berbahasa Indonesia dan yang berisi lagu campuran yang berbahasa Indonesia dan
berbahasa daerah beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke), yang
seluruh pencipta dan penyanyinya warga negara Indonesia; atau
b.
lagu
instrumentalia beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke) yang
seluruh penciptanya warga negara
Indonesia; atau
c.
lagu
keagamaan beserta tayangan gambar (Video Compact Disc Karaoke).
d.
Penyerahan
film cerita
e.
Persediaan
barang kena pajak yang masih tersisa saat pembubaran perusahaan
f.
Aktiva
yang menurut tujuan semula tidak diperjual belikan sepanjang PPN atas perolehan
aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar
g.
Kendaraan
motor bekas
h.
Jasa
biro perjalanan/pariwisata
i.
Jasa
pengiriman paket
j.
Jasa
anjak piutang
k.
Penyerahan
BKP/JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya
l.
Penyerahan
BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
D.
Saat terutang pajak
Untuk
menentukan saat PKP melaksanakan kewajiban membayar pajak, penentuan saat pajak
terutang menjadi sangat relevan. Tanpa diketahui saat pajak terutang, tidak
mungkin ditentukan bilamana PKP wajib memenuhi kewajiban melunasi utang
pajaknya.
Untuk
menentukan saat pajak terutang sangat erat kaitannya dengan penentuan saat
tim-bulnya utang pajak. Sebagai pajak objektif, PPN menganut ajaran materiil
timbulnya utang pajak yaitu utang pajak timbul karena undang-undang. Dengan
kata lain dapat di-rumuskan bahwa utang pajak timbul karena adanya tatbestand
yang diatur dalam undang-undang, yaitu sejak adanya suatu ke-adaan, peristiwa
atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. Dengan rumusan yang lebih
sederhana, dapat ditentukan bahwa utang PPN mulai timbul sejak adanya objek
pajak. Ajaran materiil timbulnya utang pajak dianut oleh suatu jenis pajak yang
mekanisme pemungutan pajak-nya menggunakan self assessment system. Mekanisme
pemungutan PPN menggunakan sistem ini, sehingga timbulnya utang pajak
ditentukan berdasarkan ajaran materiil.
Dari ketentuan
Pasal 11 UU PPN 1984 dapat disimpulkan bahwa pajak terutang:
1) pada saat penyerahan BKP atau JKP
2) pada saat impor BKP
3) pada saat dimulai pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
4) pada saat pembayaran dalam hal :
1) pada saat penyerahan BKP atau JKP
2) pada saat impor BKP
3) pada saat dimulai pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
4) pada saat pembayaran dalam hal :
a. pembayaran
diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP
b. pembayaran
dilakukan sebelum dimulai pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
c. pada saat lain
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
E. Cara
menghitung pajak
PPN yang terutang = tarif x DPP
PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh
PKP penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.
Contoh :
1.
PKP "A" bulan
Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B"
100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
100 pasang sepatu @ Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A"
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00
2.
PKP "B" dalam
bulan Januari 1996 :
a.
Menjual 80 pasang sepatu @
Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00
b.
Memakai sendiri 5 pasang
sepatu untuk pemakaian sendiri,
DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp
100.000,- per pasang = Rp 500.000,00
PPN yang terutang :
c.
Atas penjualan 80 pasang
sepatu
10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
d.
Atas pemakai sendiri
10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00
10% x Rp.500.000,00 = Rp 50.000,00
Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00
3.
PKP Pedagang Eceran (PE)
"C" menjual
a.
BKP seharga =
Rp.10.000.000,00
b.
Bukan BKP = Rp. 5.000.000,00
Rp.15.000.000,00
PPN yang terutang
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
PPN yang harus disetor
10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00
10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00
4.
PKP "E" bulan
Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga
Rp.40.000.000,00
PPN yang terutang
10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00
10% x Rp.40.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00
Catatan :
PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan PPn BM dikenakan hanya sekali.
PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan PPn BM dikenakan hanya sekali.
C.
Kesimpulan
Jadi PPN adalah PPN adalah
pajak yang dikenakan terhadap nilai tambah suatu barang atau jasa dari kegiatan
ekonomi disuatu negara, yang dalam UU
disebut Daerah Pabean. Pada prinsip pengenaannya ada dua yaitu prinsip asal
yaitu PPN yang dikenakan dimana barang atau jasa tersebut dihasilkan dan ke dua
adalah prinsip tujuan. Dan tahap pengenaannya ada dua yaitu tahap single stage
dan multistage.
Berbicara masalah barang kena
pajak (BKP), maka barang yang berwujud, yang menurut sifatnya atau hukumnya
dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak
berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN Pasal 1 angka 2 dan 3. Serta ada
juga barang yang bebas PPN.
Kemudian tentang jasa kena
pajak (JKP), maka hal ini adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai (Menurut UU PpN Pasal 1 angka 5
dan 6).
Dan mekanismenya adalah PPN yang terutang atas penyerahan barang
dan jasa oleh pengusaha kena pajak (PKP) rekanan pemerintah yang pembayaranya melalui
bendaharawan pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh bendaharawan
pemerintah atas nama PKP rekanan pemerintah.
tentang berapa besarnya tarif untuk PPN ini
telah ditetapkan dalam UU PPN, yaitu diatur dalam Pasal 7. Dalam
pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%
(sepuluh persen).
Sedangkan Tarif
Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen diterapkan atas ekspor Barang
Kena Pajak Berwujud; ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan ekspor
Jasa Kena Pajak.
Kemudian
Dasar pengenaan pajak PPN dibagi menjadi 4 kategori yaitu Nilai/harga jual, Harga
pengganti , Nilai Impor, Nilai Ekspor, Nilai lain dan Cara menghitung pajak adalah PPN yang terutang = tarif x DPP
D.
Daftar Pustaka
1.
Belajar pajak. Tarif PPN. http://belajarpajak.com/2009/11/11/tarif-ppn/. Diakses pada tanggal 17 April 2012.
2.
Ilyas, Wirawan B.
dan Rudy Suhartono. 2007. Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta: Lembaga penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
3. Ortax. Tarif Pajak dan Cara Menghitung PPN. http://www.ortax.org/ortax/?mod=aturan&page=show&id=7112. Diakses pada tanggal 18 April 2012.
4.
Pajak. Net. Tarif Pajak dan Cara Hitung PPN PPnBM. http://www.pajak.net/info/tarif_pajak_dan_cara_hitung_PPN_PPnBM.htm. Diakses pada tanggal 18 April 2012.
5.
Suandi,Erly. 2002. Perpajakan.
Jakarta: Salemba Empat.