1.
Pengertian
Bank Syariah
Menurut UU No 10 1998 bank syariah
adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah BAB I Ketentuan Umum pada Pasal 1
menjelaskan bahwa Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan
Bank Syariah adalah Bank yang menjalakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah adalah Bank yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran
Unit Usaha Syariah (UUS)
adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum konvensional yang berfungsi
sebgai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank
yang berkedudukan diluar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah. Kantor Cabang adalah kantor cabang bank Syariah
yang bertanggung jawab kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan dengan alamat
tempat usaha yang jelas sesuai dengan lokasi kantor cabang tersebut melakukan
usahanya.
Menurut
Muhammad, bank Syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba
atau bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Berbeda dengan bank Islam, bank Syariah adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
Menurut Pertaatmaja dan Antonio
menjelaskan bahwa, bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah, yaitu bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada
ketentuan-ketentuan al-Quran dan hadis. Hal ini dapat juga diartikan sebagai
bank yang dalam operasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah islam
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara islam. Bank yang
beroperasi pada prinsip-prinsip syariah islam adalah tata cara itu dijauhi
praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi
dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan. Sedangkan bank yang tata cara operasinya mengacu pada al-Quran dan
hadis adalah bank yang tata cara operasinya mengikuti suruhan dan larangan yang
tercantum dalam al-Quran dan hadis.
Menurut Susilo, Triandaru dan Totok
mendefinsikan bank Syariah sebagai bank yang dalam aktivitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan
menggunakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Menurut Karnaen A.
Perwataatmadja dan H. M. Syafi’I Antonio, bank Islam atau bank Syariah adalah
Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan tata cara
beroperasinya mengacu kepada ketentuan al-Qura’an dan Hadits.
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi
memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha
(investasi, jual beli, atau lainnya) berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro maupun mikro.
Nilai-nilai makro yang dimaksud adalah keadilan,
maslahah, sistem zakat, bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan
spekulatif dan yang non produktif seperti perjudian (maysir), bebas dari
hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), bebas dari hal-hal yang
rusak atau tidak sah (bathil) dan penggunaan uang sebagai alat tukar. Sementara
itu, nilai-nilai mikro yang harus di miliki oleh pelaku perbankan syariah
adalah sifat-sifat mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, yaitu shidiq,
amanah, tablig dan fathonah.
Jadi berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa bank syariah adalah bank yang dalam menjalankan
operasinya berdasarkan atas prinsip-prinsip syariah yang bebas dari riba dan
menggunakan prinsip jual beli serta sesuai dengan ajaran Rasulullah saw.
2.
Landasan
Hukum Perbankan Syariah
a.
Al-Qur’an
Kegiatan perbankan yang dilakukan di
bank konvensional tidak sesuai dengan syariah Islam dikarenakan adanya praktek
riba dan praktek terlarang lainnya. Sehingga para Ulama termotivasi untuk
mendirikan Perbankan Syariah di Indonesia berdasarkan firman Allah SWT pada Q.
S. al-Baqarah ayat 275, sebagai berikut :
Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila, Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.”
Berdasarkan ayat ini para ulama
Indonesia mendirikan bank bebas bunga tersebut karena Allah telah menjelaskan
bahwa riba itu haram dan jual beli itu adalah halal. Selain itu, Allah juga
menjelaskan bahwa memakan harta sesame dengan jalan yang bathil itu juga
dilarang. Allah SWT berfirman dalam Q. S. an _ Nissa’ Ayat 29, sebagai berikut
:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Ayat ini menjelaskan bahwa tidak
dibolehkannya memakan harta sesama kita dengan jalan yang dilarang oleh Allah
SWT, seperti riba, maisir, tadlis, gharar dan sebagainya karena perbuatan itu
merugikan salah satu pihak. Dan masih banyak lagi ayat – ayat al-Qur’an yang
menjadi landasan berdirinya Perbankan Syariah.
b.
Hadist
Pelarangan riba tidak hanya merujuk pada
al-Qur’an, selain itu, al-Hadits juga menjelaskan bahwa riba itu dilarang.
Hadits berfungsi menjelaskan lebih lanjut tentang ayat-ayat al-Qur’an sehingga
lebih spesifik. Seperti sabda Rasulullah saw, sebagai berikut : “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu
dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil
riba. Oleh karena itu, utang karena riba harus dihapuskan. Modal ( uang pokok )
kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita atau mengalami ketidakadilan.”
Hadits ini merupakan amanat terakhir
pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah bahwa Rasulullah saw. Masih
menekankan bahwa Islam melarang praktek riba tersebut.
c.
Fatwa
MUI/DSN tentang Perbankan Syariah
Dewan Syariah Nasional selanjutnya
disebut DSN dibentuk pada tahun 1997 yang merupakan hasil rekomendasi Lokakarya
Reksadana Syariah pada bulan Juli 1997. DSN merupakan lembaga otonom di bawah
Majelis Ulama Indonesia dipimpin oleh Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia.
Berpedoman kepada PT Muamalat Indonesia yang menjadikan akad mudharabah dan
musyarakah sebagai akad produknya maka Fatwa DSN menerbitkan Fatwa DSN No.
7/DSN-MUI/IV/2000, yang kemudian menjadi pedoman pada praktek Perbankan
Syariah. Dalam nomor tersebut sebutkan: “Lembaga keuangan Syariah sebagai
penyedia dana, menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika
mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disnegaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.”
d.
Peraturan
Bank Indonesia
PBI yang secara khusus merupakan
peraturan pelaksana dari UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dan
telah diundangkan hingga saat ini yaitu:
1.
PBI No. 10/16/PBI/2007 tentang
pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran
dana serta pelayanan jasa bank syariah.
2.
PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang produk
bank syariah dan Unit Usaha Syariah.
3.
PBI No. 10/18/PBI/2008 tentang
rekonstruksi pembiayaan bagi bank syariah.
4.
PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang perubahan
kedua atas PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang giro wajib minimum dalam rupiah dan
valuta asing bagi bank umum yang melaksanaan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah.
5.
PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang perubahan
kedua atas PBI No. 8/21/PBI/2008 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum
yang melaksanakan kegiatan usaha berdsarkan prinsip syariah.
6.
PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang komite
perbankan syariah.
7.
PBI
No. 11/3/PBI/2009 Tentang Bank Umum Syariah pada Ketentuan Umum pasal 1
menjelaskan :
a. Bank adalah Bank Umum
Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah ;
b. Kantor
Cabang yang selanjutnya disebut KC adalah kantor bank yang bertanggung jawab
kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang
jelas sesuai dengan lokasi KC tersebut melakukan usahanya.
c. Dan
seterusnya.
3.
Asas,
Tujuan, dan Fungsi Bank Syariah
Perbankan Syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
kehati-hatian. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan berdsarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam menetapkan fatwa di bidang syariah.
Perbankan Syariah bertujuan menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan,
kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
Fungsi Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah wajib menjalankan fungsi sebagai intermediasi yaitu menghimpun dan
menyalurkan dana masyarkat, serta dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk
lembaga Baitul Mal, yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat, infak dan sedekah, hibah, atau dana social
lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Kemudian Bank
Syariah dan UUS ini juga berfungsi menghimpun dana social yang berasal dari
wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (Nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakah (wakif).
4.
Sejarah
Bank Syariah
Di
Indonesia umat Islam sudah lama mendambakan berdirinya Bank Islam yaitu sejak
tahun 1937. K.H. Mas Mansur sebagai ketua pengurus besar Muhammadiyyah periode 1937-
1944 mengeluarkan pendapatnya mengenai penggunaan jasa bank konvensional yang
terpaksa dilakukan karena umat Islam belum mempunyai lembaga keuangan sendiri
yang bebas riba.
Gagasan
pendirian Bank Syariah di Indonesia gencar kembali pada tahun 1970-an. Dimana
pembicaraan Bank Syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia – Timur Tengah
pada tahun 1974 dan 1976 dalam seminar yang diadakan oleh Lembaga Studi Ilmu –
Ilmu Kemasyarakatan dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Perkembangan pemikiran
tentang perlunya umat Islam di Indonesia memiliki Perbankan Islam mulai sejak
itu, seiring munculnya kesadaran kaum Intelektual dan cendikiawan muslim dalam
memberdayakan ekonomi masyarakat. Pada
awalnya memang sempat terjadi perdebatan mengenai hukum bunga bank dan hukum
zakat dengan pajak dikalangan para ulama, cendikiawan, dan intelektual muslim.
Namun,
gagasan yang diperjuangan oleh kaum intelektual dan cedikiawan muslim ini tidak
berjalan dengan lancar sesuai yang telah direncanakan mereka karena adanya
faktor penghambat dari pendirian Bank Islam tersebut. Adapun faktor penghambat
pendirian bank Islam tersebut adalah :
1.
Operasi bank syariah yang
menerapkan bagi hasil belum diatur karena itu tidak sejalan dengan undang –
undang pokok perbankan yang berlaku, yakni Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1967.
2.
Konsep bank syariah dari
segi politik berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau berkatian dengan
konsep Negara Islam, oleh karena itu tidak dikehandinya pendirian bank Islam
oleh pemerintah.
3. Masih dipertanyakannya siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura
semacam ini, semantara pendirian bank baru dari timur tengah masih dicegah,
antara pembatasan pendirian bank asing yang ingin membuka kantornya di
Indonesia.
Di awal tahun 1980-an kembali digelar
lagi diskusi yang begitu gencarnya yang bertemakan mengenai Bank Syariah
sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan kembali. Dimana tokoh yang terlibat
dalam pegelaran diskusi ini adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam
Rahardjo, A. M. Saefuddin, dan M. Amien Azis. Sebagai uji coba gagasan
perbankan Islam dipraktikkan dalam skala relatif terbatas, diantaranya di
Bandung pada lembaga Bait At-Tamwil Slaman ITB dan di Jakarta pada Koperasi
Ridho Gusti. Sehingga M. Darwam menulis dalam sebuah buku bahwa bank Islam sebagai
konsep alternatif untuk menghindari larangan bunga (riba), serta menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pemgembangan usaha ekonomi
masyarakat yaitu dengan menerapkan sistem mudharabah,
musyarakah dan murabahah.
Namun, diskusi itu juga belum memberikan
kabar gembira bagi umat muslim atas tekad pendirian bank Islam di Indonesia.
Kemudian gagasan ini muncul kembali pada tahun 1988, disaat pemerintah
mengeluarkan Paket Kebijakan Okteber (Pakto) yang berisi leberalisme Industri
Perbankan. Pada saat itulah para ulama Indonesia berusaha untuk mendirikan bank
bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum untuk dijadikan dasar
pendiriannya, kecuali bahwa bank dapat menetapkan bunga sebesar 0%. Sehingga
gagasan masih gagal dilakukan oleh para ulama di Indonesia.
Pada tahun 1990, prakarsa lebih khusus
untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan secara mendalam.
Majelis Ulama Indonesia ( MUI) melaksanakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan
di Cisarua, Bogor, Jawa barat pada tanggal
18-20 Agustus 1990. Lokakarya ini menghasilkan terbentuknya kelompok kerja
untuk mendirikan bank Islam di Indonesia berdasarkan Munas IV MUI. Dan kelompok
kerja ini dikenal dengan Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan
konsultasi dengan semua pihak terkait.[13] Dan hasil kerja Tim Perbankan MUI
berhasil mendirikan PT Bank Muamala Indonesia (BMI).
5.
Akad
dalam Bank Syariah
a. Akad
Tabarru
Akad Tabarru
yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan murni semata-mata
mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsur mencari
return, ataupun suatu motif. Yang termasuk katagore akad jenis ini diantaranya
adalah Hibah, Ibra,
Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn dan Qirad.
1. Hibah
Pengertian Hibah adalah pemilikan terhadap sesuatu
pada masa hidup tanpa meminta ganti. Hibah tidak sah kecuali dengan adanya ijab
dari orang yang memberikan, tetapi untuk sahnya hibah tersebut menurut Imam
Qudamah dari Umar bahwa sahnya hibah itu tidak disyaratkan pernyataan qabul
dari si penerima hadiah.
Hal ini berdasarkan hadits bahwa Ibnu Umar berhutang
unta kepada say Umar ra, Rosululloh berkata kepada sayUmar ra dengan mata
beliau.say Umar ra berkata; Unta itu untukmu wahai Rosululloh saw.
Rosululloh saw berkata: “Unta itu untukmu wahai Abdulloh bin Umar,
pergunakanlah sesuka hatimu”. Disini tidak ada pernyataan qabul dari nabi
ketika menerima pemberian unta, juga tidak ada pernyataan qabul dari ibnu Umar
ketika menerimanya dari Rosululloh saw.
2. Ibra
Menurut arti kata Ibra sama dengan melepaskan,
mengikhlaskan atau menjauhkan diri dari sesuatu. Menurut istilah Fiqh Ibra
adalah pengguguran piutang dan
menjadikannya milik orang yang berhutang. Menurut syari’at Islam Ibra
merupakan salah satu bentuk solidaritas dan sikap saling menolong dalam kebajikan
yang sangat dianjurkan syari’at Islam, seperti dikemukakan dalam firman
Alloh dalam surat al-Baqarah ayat 280 yang artinya : “Dan jika seseorang
(yang berhutang itu) dalam kesukaran maka berilah ia tangguh sampai ia
berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian atau seluruh hutang itu lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui”.
3. Wakalah
Al-Wakalah menurut
bahasa Arab dapat dipahami sebagai at-Tafwidh. Yang dimaksudkan adalah bentuk
penyerahan, pendelagasian atau pemberian mandat dari seseorang kepada orang
lain yang dipercayainya. Yang dimaksudkan dalam pembahasan ini wakalah yang
merupakan salah salah satu jenis akad yakni pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
kepada orang lain dalam hal-hal yang diwakilkan.
4. Kafalah
Pengertian kafalah
menurut bahasa berati al-dhaman (jaminan), hamalah (beban)
dan za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah adalah
akad pemberian jaminan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain, dimana
pemberi jaminan (kaafil) bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu utang
yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
5. Hawalah
Pengertian kafalah
menurut bahasa berati al-dhaman (jaminan), hamalah (beban)
dan za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah adalah
akad pemberian jaminan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain, dimana
pemberi jaminan (kaafil) bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu
utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
6. Rahn
Pengertian kafalah
menurut bahasa berati al-dhaman (jaminan), hamalah (beban)
dan za’amah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah adalah
akad pemberian jaminan yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain, dimana
pemberi jaminan (kaafil) bertanggungjawab atas pembayaran kembali suatu
utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).
7. Qirad
Qard bermakna pinjaman
sedang al-hasan berarti baik. Maka Qardul Hasan merupakan suatu akad perjanjian
qard yang berorientasi sosial untuk membantu meringankan beban seseorang yang
membutuhkan pertolongan. Dalam perjanjiannya, suatu Bank Syari’ah sebagai kreditor
memberikan pinjaman kepada pihak (nasabah) dengan ketentuan penerima pinjaman
akan mengembalikan pinjaman tersebut pada waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian akad dengan jumlah pengembalian yang ketika pinjaman itu diberikan.
b. Akad
Tijari
Akad Tijari
adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial ( for propfit
oriented) Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad
berhak untuk mencari keuntungan. Di dalam Bank Syari’ah biasanya yang termasuk
kelompok akad ini diantaranya; Murabahah, Salam, Istisna, Musyarakah,
Mudharabah, Ijarah, Ijarah muntahiya bittamlik, Sharf, Muzaraah, Mukhabarah dan
Barter.
1.
Murobahah
Dalam perbankan Islam,
Murobahah merupakan akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan
nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank
mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama.
2.
Mudhorobah
Secara teknis Mudhorobah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100
%) modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudhorobah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
Landasan syari’ah antara lain al-Qur’an surat
al-Muzammil ayat 20, Surat al-Jumu’ah ayat 10 dan surat al-Baqoroh ayat
198. Dari Al-Hadits riwayat Thabrani dan Ibnu majah serta Ijma para sahabat.
Secara umum Mudhorobah terbagi kepada dua jenis,
pertama mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah.
Yang dimaksud mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja
sama antara shahibul mal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan
dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
Sedangkan mudhorobah muqayyadah adalah kebalikan dari
mudhorobah muthlaqoh. Si mudhorib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu dan
tempat usaha. Adanya pembatasan ini biasanya mencerminkan kecenderungan umum si
shahibul mal dalam memasuki jenis dunia usaha.
3.
Ijaroh
Pengertian secara etimologi ijaroh disebut juga
al-ajru (upah) atau al-iwadh (ganti). Ijarah disebut juga sewa, jasa atau
imbalan. Sedangkan menurut Syara’ Ijaroh adalah salah satu bentuk kegiatan
Mu’amalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa menyewa dan
mengontrak atau menjual jasa, atau menurut Sayid Sabiq; Ijaroh ini adalah suatu
jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Menurut Ulama Fiqh Imam Hanafi Ijarah adalah transaksi
terhadap suatu manfaat dengan imbalan.
A.
Jurnal Pendukung
1. Penelitian
yang dilakukan oleh Ghozali Maski dengan judul Analisis Keputusan Nasabah
Menabung: Pendekatan Komponen dan Model Logistik Studi Pada Bank Syariah di
Malang tahun 2010 menyatakan keputusan nasabah dalam
memili h atau ti dak memilih bank syariah dalam menabung dipengaruhi oleh
variabel kar akteristik bank syariah, variabel pelayanan dan kepercayaan pada
bank, variabel pengetahuan dan variabel obyek fisik bank.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Yessy Artanti dan Lestari Ningsih
dengan Judul Pengaruh Penanganan Keluhan terhadap Loyalitas Nasabah PT. Bank
Muamalat Indonesia, TBK. dengan Kepuasan Nasabah sebagai Variabel Perantara
(Studi pada Nasabah Bank Muamalat Cabang Surabaya) tahun 2010 menyatakan
penanganan keluhan berpengaruh terhadap loyalitas nasabah dengan
kepuasan nasabah
sebagai variabel perantara.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Irmayanti Hasan dengan judul
Pengaruh Relationship Marketing Nasabah
Bank Syariah di Kota Malang menyatakan variabel relationsihip marketing yang terdiri belonging, communication, costumization, differentiation,
personalization, security, and convience berpengaruh terhadap costumer orientation.
B.
Daftar Pustaka
Artanti, Yessy dan Lestari
Ningsih. 2010. Pengaruh Penanganan Keluhan
terhadap Loyalitas Nasabah PT. Bank Muamalat Indonesia, TBK. dengan Kepuasan
Nasabah sebagai Variabel Perantara (Studi pada Nasabah Bank Muamalat Cabang
Surabaya). Availabel at http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1823/2.%20YESSY%20ARTANTI.pdf?sequence=1. Diakses pada tanggal 7 Maret 2014.
Hasan, Irmayanti. Pengaruh Relationship
Marketing Nasabah Bank Syariah di Kota Malang. Available at http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ekonomi/article/view/243/pdf_145.
Diakses pada tanggal 7 Maret 2014.
Herman. 2013. Sejarah
Perbankan Syariah di Indonesia. http://campuzherman.blogspot.com/2013/10/sejarah-perbankan-syariah-di-indonesia.html.
Di akses pada tanggal 7 Maret 2014.
Maski, Ghozali. 2010. judul
Analisis Keputusan Nasabah Menabung: Pendekatan Komponen dan Model Logistik
Studi Pada Bank Syariah di Malang. http://www.jiae.ub.ac.id/index.php/jiae/article/view/120/147.
Diakses pada tanggal 7 Maret 2014.
Putra, Eka. Jenis – Jenis
Akad dalam Bank Syariah. http://alapalapingintaubat.blogspot.com/p/jenis-jenis-akad-dalam-perbankan.html.
Di akses pada tanggal 7 Maret 2014.
Referensi Makalah. 2013.
Pengertian Bank Syariah. http://www.referensimakalah.com/2013/02/pengertian-bank-syariah.html.
Di akses pada tanggal 7 Maret 2014.
Rizal. 2013. Bank Syariah
Prinsip Tujuan dan Fungsi Perbankan. http://abdrizalsmile.blogspot.com/2013/04/bank-syariah-pengertian-prinsip-tujuan.html.
Di akses pada tanggal 7 Maret 2014.