Senin, 17 Juni 2013

Empat Masalah Perekonomian Indonesia beserta Solusinya

Nama                    :  Antonius Fedrik Yohanes
NPM           :  10210945
Kelas          :  3ea06

1.      Sumber daya yang menipis di Indonesia
Menurut pandangan saya, hal ini bukanlah suatu isu yang baru. Isu ini sudah lama mengemuka namun tak kunjung ada kejelasan yang ada hanya gembar gembor belaka tanpa ada suatu perbuatan yang nyata dan berefek besar. SDA dalam hal ini adalah berbagai produk minyak bumi memang menjadi masalah yang mengemuka bukan hanya di negeri ini, namun juga di dunia. Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai SDA dalam hal ini minyak bumi yang melimpah, namun tidak bisa mengelolanya dan hanya mengekspornya dalam bentuk minyak mentah dan mengimpor dalam berbagai bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM), maka ‘tak heran seriring berkembangnya waktu SDA ini akan habis, karena membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaharuinya, contohnya diramalkan BBM akan habis pada tahun 2020. 

Berbagai solusi telah dikemukakan dimasyarakat, salah satu contohnya adalah ditemukan SDA pengganti BBM yang baru dan yang bisa diperbaharui. Menurut saya solusi yang tepat adalah kurangi penggunaanya, alasanya sederhana seiring berjalanya waktu SDA akan habis, SDA pengganti BBM yang bisa diperbaharui tidaklah jelas dan belumlah efektif penggunaanya, lagipula pasti tidak akan mencukupi kebutuhan masyrakat pengguna BBM, ibarat pribahasa besar pasak daripada tiang. Cara sederhana, cukup kurangi impor kendaraan mobil dan motor, dan perbaikin infrastruktur angkutan umum yang ada serta batasi kepemilikan kendaraan pribadi.

2.      Ledakan poulasi di Indonesia

Ledakan populasi di Indonesia, bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Hal ini karena sudah terbukti dan sudah menjadi wacana yang mengemuka sejak dahulu kala. Indonesia terkenal dengan jumlah penduduk terbesar ke 2 setelah India, contohnya pada saat tahun 2010 jumlah 230 juta jiwa. Lebih dari di itu diramalkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia akan terus meningkat dan meningkat. Menurut pandangan saya, hal ini tidak akan menjadi masalah jika peningkatan pendapatan disposibel masyarakat seimbang dengan peningkatan populasi penduduk di Indonesia. Namun yang menjadi masalah sesungguhnya menurut saya bukanlah ledakan populasinya, namun adalah perkembangan populasi yang lebih besar dibandingkan dengan perkembangan pendapatan disposibel masyarakat.
Banyak sekali solusi yang bisa kita lihat di berbagai media yang ada, contohnya adalah program KB (Keluarga Berencana) yang mencanangkan 2 anak sudah cukup. Namun nampaknya itu hanya menjadi suatu gembar gembor belakan, karena tidak efektif dan tidak efisien serta mengundang pro kontra, terkait dengan persepsi pembatasan mempunyai keturunan. Menurut saya solusi yang efektif adalah ubah terlebih dahulu persepsi dimata masyrakat, maksudnya jika masyrakat berpendapat setiap anak punya rezekinya masing – masing, diubah bahwa anak itu bukan hanya dibuat saja, namun juga dipelihara, nah untuk memelihara anak itu butuh biaya yang cukup besar. Barulah program KB itu berjalan efektif, meski cuman berjalan 60 %, itu sudah bisa dikatakan efektif


3.      Pemerintah yang lemah, tidak efisien, dan korup

Pemerintah yang lemah, tidak efisien dan korup, bukanlah sesuatu yang mengherankan karena menurut saya ketika sistem demokrasi dijalankan di Indonesia mulai masa reformasi masa pemerintahan B.J Habibie, sudah mulai nampak gejala pemeritahan yang lemah, tidak efisien dan korup, akan tetapi masalah korupsi sudah ada sejak masa VOC, bahkan hancurnya VOC itu salah satu penyebabnya adalah gara – gara korupsi. Menurut saya permasalahan ini cukup kompleks dan terkait dari moral dan hati setiap orang yang berada dalam pemerintahan. Namun secara teoritis pemerintah yang lemah, tidak efisien dan korup mencerminkan pemimpin yang lemah dan tidak bisa mengambil keputusan dengan tepat.
            Menurut saya solusi untuk masalah ini cukup rumit karena terkait dengan faktor pribadi dan psikologis seseorang. Namun secara teoritis adalah dengan penguatan moral dari generasi penerus bangsa, hal ini sudah ditanamkan sejak usia dini, seperti mata pelajaran PPKN/KWN, Upacara, Kedisiplinan dsb.

4.      Ketidak seimbangan struktur perekonomian Indonesia

Ketidak-seimbangan struktur perekonomian Indonesia, disini maksudnya adalah terkait dengan ketidak-seimbangan distribusi pendapatan pemerintah yaitu seperti mengutip pendapat Prabowo sebagai berikut, Prabowo mencontohkan sirkulasi uang di Indonesia. Sebanyak 60% dari seluruh uang di Republik Indonesia beredar di ibukota Jakarta. Sebanyak 30% beredar di 32 kota lainnya. Hanya 10% dari uang yang beredar di seluruh Indonesia ada di pedesaan. Sementara 60% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan. “Ini berarti 10% dari seluruh uang yang beredar di Indonesia dinikmati 60% penduduk Indonesia,” ujarnya. Prabowo juga memberi ilustrasi lain, yaitu persebaran uang di antara penduduk dilihat dari rekening di bank-bank seluruh Indonesia. Hanya 0,1% dari jumlah rekening menguasai 37% deposito. Mayoritas rekening memiliki tabungan di bawah Rp 100 juta tetapi hanya menguasai 18,5% dari uang itu. “Adalah sebuah kenyataan bahwa 0,17% warga Indonesia mengontrol 45% dari Pendapatan Nasional Bruto Indonesia,” kata putra Begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo itu. Data anggaran negara juga menunjukkan ketidakseimbangan struktur ekonomi Indonesia. Buktinya, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2012 sebesar Rp 1.200 triliun, hanya 3% atau sebanyak Rp 36 triliun disediakan untuk sektor pertanian. Padahal, 60% warga Indonesia hidup di sektor pertanian.
Solusinya menurut saya adalah karena terkait dengan jumlah pendapatan negara yang berasal dari masyrakat pada umunya itu sedikit dibandingkan dengan pendapatan yan berasal dari masyarakat golongan menengah atas yang jumlah lebih kecil namun dalam hal menyetor pendapatan bagi pemerintah lebih besar. Maka solusinya adalah adanya pemerataan pendapatan dan juga pengaturan sturuk APBN untuk sektor masyrakat golongan menengah kebawah


Empat Masalah Perekonomian Indonesia beserta Solusinya

Nama          :  Antonius Fedrik Yohanes
NPM           :  10210945
Kelas          :  3ea06

1.      Sumber daya yang menipis di Indonesia
Menurut pandangan saya, hal ini bukanlah suatu isu yang baru. Isu ini sudah lama mengemuka namun tak kunjung ada kejelasan yang ada hanya gembar gembor belaka tanpa ada suatu perbuatan yang nyata dan berefek besar. SDA dalam hal ini adalah berbagai produk minyak bumi memang menjadi masalah yang mengemuka bukan hanya di negeri ini, namun juga di dunia. Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai SDA dalam hal ini minyak bumi yang melimpah, namun tidak bisa mengelolanya dan hanya mengekspornya dalam bentuk minyak mentah dan mengimpor dalam berbagai bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM), maka ‘tak heran seriring berkembangnya waktu SDA ini akan habis, karena membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaharuinya, contohnya diramalkan BBM akan habis pada tahun 2020. 

Berbagai solusi telah dikemukakan dimasyarakat, salah satu contohnya adalah ditemukan SDA pengganti BBM yang baru dan yang bisa diperbaharui. Menurut saya solusi yang tepat adalah kurangi penggunaanya, alasanya sederhana seiring berjalanya waktu SDA akan habis, SDA pengganti BBM yang bisa diperbaharui tidaklah jelas dan belumlah efektif penggunaanya, lagipula pasti tidak akan mencukupi kebutuhan masyrakat pengguna BBM, ibarat pribahasa besar pasak daripada tiang. Cara sederhana, cukup kurangi impor kendaraan mobil dan motor, dan perbaikin infrastruktur angkutan umum yang ada serta batasi kepemilikan kendaraan pribadi.

2.      Ledakan poulasi di Indonesia

Ledakan populasi di Indonesia, bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Hal ini karena sudah terbukti dan sudah menjadi wacana yang mengemuka sejak dahulu kala. Indonesia terkenal dengan jumlah penduduk terbesar ke 2 setelah India, contohnya pada saat tahun 2010 jumlah 230 juta jiwa. Lebih dari di itu diramalkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia akan terus meningkat dan meningkat. Menurut pandangan saya, hal ini tidak akan menjadi masalah jika peningkatan pendapatan disposibel masyarakat seimbang dengan peningkatan populasi penduduk di Indonesia. Namun yang menjadi masalah sesungguhnya menurut saya bukanlah ledakan populasinya, namun adalah perkembangan populasi yang lebih besar dibandingkan dengan perkembangan pendapatan disposibel masyarakat.
Banyak sekali solusi yang bisa kita lihat di berbagai media yang ada, contohnya adalah program KB (Keluarga Berencana) yang mencanangkan 2 anak sudah cukup. Namun nampaknya itu hanya menjadi suatu gembar gembor belakan, karena tidak efektif dan tidak efisien serta mengundang pro kontra, terkait dengan persepsi pembatasan mempunyai keturunan. Menurut saya solusi yang efektif adalah ubah terlebih dahulu persepsi dimata masyrakat, maksudnya jika masyrakat berpendapat setiap anak punya rezekinya masing – masing, diubah bahwa anak itu bukan hanya dibuat saja, namun juga dipelihara, nah untuk memelihara anak itu butuh biaya yang cukup besar. Barulah program KB itu berjalan efektif, meski cuman berjalan 60 %, itu sudah bisa dikatakan efektif


3.      Pemerintah yang lemah, tidak efisien, dan korup

Pemerintah yang lemah, tidak efisien dan korup, bukanlah sesuatu yang mengherankan karena menurut saya ketika sistem demokrasi dijalankan di Indonesia mulai masa reformasi masa pemerintahan B.J Habibie, sudah mulai nampak gejala pemeritahan yang lemah, tidak efisien dan korup, akan tetapi masalah korupsi sudah ada sejak masa VOC, bahkan hancurnya VOC itu salah satu penyebabnya adalah gara – gara korupsi. Menurut saya permasalahan ini cukup kompleks dan terkait dari moral dan hati setiap orang yang berada dalam pemerintahan. Namun secara teoritis pemerintah yang lemah, tidak efisien dan korup mencerminkan pemimpin yang lemah dan tidak bisa mengambil keputusan dengan tepat.
            Menurut saya solusi untuk masalah ini cukup rumit karena terkait dengan faktor pribadi dan psikologis seseorang. Namun secara teoritis adalah dengan penguatan moral dari generasi penerus bangsa, hal ini sudah ditanamkan sejak usia dini, seperti mata pelajaran PPKN/KWN, Upacara, Kedisiplinan dsb.

4.      Ketidak seimbangan struktur perekonomian Indonesia

Ketidak-seimbangan struktur perekonomian Indonesia, disini maksudnya adalah terkait dengan ketidak-seimbangan distribusi pendapatan pemerintah yaitu seperti mengutip pendapat Prabowo sebagai berikut, Prabowo mencontohkan sirkulasi uang di Indonesia. Sebanyak 60% dari seluruh uang di Republik Indonesia beredar di ibukota Jakarta. Sebanyak 30% beredar di 32 kota lainnya. Hanya 10% dari uang yang beredar di seluruh Indonesia ada di pedesaan. Sementara 60% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan. “Ini berarti 10% dari seluruh uang yang beredar di Indonesia dinikmati 60% penduduk Indonesia,” ujarnya. Prabowo juga memberi ilustrasi lain, yaitu persebaran uang di antara penduduk dilihat dari rekening di bank-bank seluruh Indonesia. Hanya 0,1% dari jumlah rekening menguasai 37% deposito. Mayoritas rekening memiliki tabungan di bawah Rp 100 juta tetapi hanya menguasai 18,5% dari uang itu. “Adalah sebuah kenyataan bahwa 0,17% warga Indonesia mengontrol 45% dari Pendapatan Nasional Bruto Indonesia,” kata putra Begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo itu. Data anggaran negara juga menunjukkan ketidakseimbangan struktur ekonomi Indonesia. Buktinya, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2012 sebesar Rp 1.200 triliun, hanya 3% atau sebanyak Rp 36 triliun disediakan untuk sektor pertanian. Padahal, 60% warga Indonesia hidup di sektor pertanian.
Solusinya menurut saya adalah karena terkait dengan jumlah pendapatan negara yang berasal dari masyrakat pada umunya itu sedikit dibandingkan dengan pendapatan yan berasal dari masyarakat golongan menengah atas yang jumlah lebih kecil namun dalam hal menyetor pendapatan bagi pemerintah lebih besar. Maka solusinya adalah adanya pemerataan pendapatan dan juga pengaturan sturuk APBN untuk sektor masyrakat golongan menengah kebawah


Empat Masalah Perekonomian Indonesia beserta Solusinya

Nama          :  Antonius Fedrik Yohanes
NPM           :  10210945
Kelas          :  3ea06

1.      Sumber daya yang menipis di Indonesia
Menurut pandangan saya, hal ini bukanlah suatu isu yang baru. Isu ini sudah lama mengemuka namun tak kunjung ada kejelasan yang ada hanya gembar gembor belaka tanpa ada suatu perbuatan yang nyata dan berefek besar. SDA dalam hal ini adalah berbagai produk minyak bumi memang menjadi masalah yang mengemuka bukan hanya di negeri ini, namun juga di dunia. Indonesia sebagai salah satu negara yang mempunyai SDA dalam hal ini minyak bumi yang melimpah, namun tidak bisa mengelolanya dan hanya mengekspornya dalam bentuk minyak mentah dan mengimpor dalam berbagai bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM), maka ‘tak heran seriring berkembangnya waktu SDA ini akan habis, karena membutuhkan waktu yang lama untuk memperbaharuinya, contohnya diramalkan BBM akan habis pada tahun 2020. 

Berbagai solusi telah dikemukakan dimasyarakat, salah satu contohnya adalah ditemukan SDA pengganti BBM yang baru dan yang bisa diperbaharui. Menurut saya solusi yang tepat adalah kurangi penggunaanya, alasanya sederhana seiring berjalanya waktu SDA akan habis, SDA pengganti BBM yang bisa diperbaharui tidaklah jelas dan belumlah efektif penggunaanya, lagipula pasti tidak akan mencukupi kebutuhan masyrakat pengguna BBM, ibarat pribahasa besar pasak daripada tiang. Cara sederhana, cukup kurangi impor kendaraan mobil dan motor, dan perbaikin infrastruktur angkutan umum yang ada serta batasi kepemilikan kendaraan pribadi.

2.      Ledakan poulasi di Indonesia

Ledakan populasi di Indonesia, bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Hal ini karena sudah terbukti dan sudah menjadi wacana yang mengemuka sejak dahulu kala. Indonesia terkenal dengan jumlah penduduk terbesar ke 2 setelah India, contohnya pada saat tahun 2010 jumlah 230 juta jiwa. Lebih dari di itu diramalkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia akan terus meningkat dan meningkat. Menurut pandangan saya, hal ini tidak akan menjadi masalah jika peningkatan pendapatan disposibel masyarakat seimbang dengan peningkatan populasi penduduk di Indonesia. Namun yang menjadi masalah sesungguhnya menurut saya bukanlah ledakan populasinya, namun adalah perkembangan populasi yang lebih besar dibandingkan dengan perkembangan pendapatan disposibel masyarakat.
Banyak sekali solusi yang bisa kita lihat di berbagai media yang ada, contohnya adalah program KB (Keluarga Berencana) yang mencanangkan 2 anak sudah cukup. Namun nampaknya itu hanya menjadi suatu gembar gembor belakan, karena tidak efektif dan tidak efisien serta mengundang pro kontra, terkait dengan persepsi pembatasan mempunyai keturunan. Menurut saya solusi yang efektif adalah ubah terlebih dahulu persepsi dimata masyrakat, maksudnya jika masyrakat berpendapat setiap anak punya rezekinya masing – masing, diubah bahwa anak itu bukan hanya dibuat saja, namun juga dipelihara, nah untuk memelihara anak itu butuh biaya yang cukup besar. Barulah program KB itu berjalan efektif, meski cuman berjalan 60 %, itu sudah bisa dikatakan efektif


3.      Pemerintah yang lemah, tidak efisien, dan korup

Pemerintah yang lemah, tidak efisien dan korup, bukanlah sesuatu yang mengherankan karena menurut saya ketika sistem demokrasi dijalankan di Indonesia mulai masa reformasi masa pemerintahan B.J Habibie, sudah mulai nampak gejala pemeritahan yang lemah, tidak efisien dan korup, akan tetapi masalah korupsi sudah ada sejak masa VOC, bahkan hancurnya VOC itu salah satu penyebabnya adalah gara – gara korupsi. Menurut saya permasalahan ini cukup kompleks dan terkait dari moral dan hati setiap orang yang berada dalam pemerintahan. Namun secara teoritis pemerintah yang lemah, tidak efisien dan korup mencerminkan pemimpin yang lemah dan tidak bisa mengambil keputusan dengan tepat.
            Menurut saya solusi untuk masalah ini cukup rumit karena terkait dengan faktor pribadi dan psikologis seseorang. Namun secara teoritis adalah dengan penguatan moral dari generasi penerus bangsa, hal ini sudah ditanamkan sejak usia dini, seperti mata pelajaran PPKN/KWN, Upacara, Kedisiplinan dsb.

4.      Ketidak seimbangan struktur perekonomian Indonesia

Ketidak-seimbangan struktur perekonomian Indonesia, disini maksudnya adalah terkait dengan ketidak-seimbangan distribusi pendapatan pemerintah yaitu seperti mengutip pendapat Prabowo sebagai berikut, Prabowo mencontohkan sirkulasi uang di Indonesia. Sebanyak 60% dari seluruh uang di Republik Indonesia beredar di ibukota Jakarta. Sebanyak 30% beredar di 32 kota lainnya. Hanya 10% dari uang yang beredar di seluruh Indonesia ada di pedesaan. Sementara 60% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan. “Ini berarti 10% dari seluruh uang yang beredar di Indonesia dinikmati 60% penduduk Indonesia,” ujarnya. Prabowo juga memberi ilustrasi lain, yaitu persebaran uang di antara penduduk dilihat dari rekening di bank-bank seluruh Indonesia. Hanya 0,1% dari jumlah rekening menguasai 37% deposito. Mayoritas rekening memiliki tabungan di bawah Rp 100 juta tetapi hanya menguasai 18,5% dari uang itu. “Adalah sebuah kenyataan bahwa 0,17% warga Indonesia mengontrol 45% dari Pendapatan Nasional Bruto Indonesia,” kata putra Begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo itu. Data anggaran negara juga menunjukkan ketidakseimbangan struktur ekonomi Indonesia. Buktinya, dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2012 sebesar Rp 1.200 triliun, hanya 3% atau sebanyak Rp 36 triliun disediakan untuk sektor pertanian. Padahal, 60% warga Indonesia hidup di sektor pertanian.
Solusinya menurut saya adalah karena terkait dengan jumlah pendapatan negara yang berasal dari masyrakat pada umunya itu sedikit dibandingkan dengan pendapatan yan berasal dari masyarakat golongan menengah atas yang jumlah lebih kecil namun dalam hal menyetor pendapatan bagi pemerintah lebih besar. Maka solusinya adalah adanya pemerataan pendapatan dan juga pengaturan sturuk APBN untuk sektor masyrakat golongan menengah kebawah