Rabu, 13 November 2013

Kebijakan Moneter di Indonesia



A.   Pendahuluan

1.     Latar Belakang

Suatu perekonomian disuatu negara sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor – faktor tersebut sangat menentukan bagi suatu negara dalam pertumbuhan dan baiknya suatu tatanan perekonomian. Pemerintah sebagai pusat yang membuat kebijakan – kebijakan harus dapat mengendalikan perekonomian. Beberapa diantaranya adalah Inflasi. Inflasi adalah suatu kenaikan harga – harga. Inflasi bisa diakibatkan oleh kebijakan – kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Negara – negara berkembang dan miskin sangat rentan terhadap inflasi, sedikit saja pemerintah salah menetapkan kebijakan atau kurang tanggap terhadap perkembangan perekonomian global, maka terjadilah inflasi. Indonesia adalah salah satu negara berkembang, sebagai salah satu negara berkembang Indonesia pernah mengalami berbagai level inflasi, mulai dari tingkat ringan hingga sampai tingkat hyper inflasi.
Dalam mengatasi inflasi ada 2 cara dalam mengatasinya, yaitu dengan cara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Kebijakan moneter menurut Prathama (2008:249) adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan dengan mengatur jumlah uang beredar (JUB). Sedangkan kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola/mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik dengan cara mengatur jumlah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Ke dua kebijakan tersebut digunakan dalam rangka menstabilkan perekonomian indonesia, kebijakan moneter dibuat oleh gubernur bank Indonesia (BI) sedangkan kebijakan fiskal dilakukan oleh pemerintah.

Oleh karena itu saya tertarik untuk menulis tentang “Kebijakan Moneter di Indonesia”. Dalam rangka melanjutkan penulisan saya mengenai Dampak Inflasi di Indonesia.

2.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Pengertian Kebijakan Moneter
2.      Instrument Kebijakan Moneter
3.      Jenis Kebijakan Moneter
4.      Tujuan Kebijakan Moneter
5.      Laporan Hasil dari Kebijakan Moneter dalam Triwulan III tahun 2013


















B.   Pembahasan

1.      Pengertian Kebijakan Moneter

Menurut Prathama (2008:249) adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan dengan mengatur jumlah uang beredar (JUB).
Menurut Nopirin adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan ekonomi masyarakat (Nopirin, 1992:45). Bank sentral adalah lembaga yang berwenang mengambil langkah kebijakan moneter untuk mempengaruhi jumlah uang beredar.
Menurut Iswardono merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran ekonomi makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan, dan keseimbangan neraca pembayaran (Iswardono, 1997 : 126).
Kebijakan moneter adalah kebijakan dari otoritas moneter (bank sentral) dalam bentuk pengendalian agregat moneter (seperti uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Perkembangan perekonomian yang diinginkan dicerminkan oleh stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja yang tersedia.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, “margin requirement”, kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang. Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter adalah kebijakan yang dibuat oleh gubernur BI yaitu Bpk. Agus Martowardoyo (saat ini), dengan tujuan menstabilkan perekonomian dan dengan cara mengatur jumlah uang beredar (JUB) melalui berbagai instrumennt yang ada. Instrumen tersebut adalah operasi pasar terbuka, fasilitas diskonto, dan cadangan wajib minimum dan himbauan – himbauan.


2.      Instrument Kebijakan Moneter

Menurut Prathama (2008:249) instrumen kebijakan moneter adalah operasi pasar terbuka, fasilitas diskonto, dan cadangan wajib minimum yang bersifat kuantitatif dan  himbauan moral yang bersifat persuasif.

2.1  Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang yang beredar (JUB) dengan cara menjual atau membeli surat – surat berharga pemerintah.
Jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang beredar (JUB), maka pemerintah menjual surat – surat berharga (open market selling). Dengan demikian maka jumlah uang yang beredar akan berkurang.
Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang beredar maka pemerintah akan membeli surat – surat berharga (open market buying). Dengan demikian maka jumlah uang yang beredar akan bertambah.
Bank Indonesia telah mengembangkan kedua instrument tersebut dengan mengembangkan fasilitas repurchase agreement (repo) ke masing – masing instrument sehingga dikenal dengan SBI repo atau SPBU repo.
Tentu saja kebijakan ini dilakukan bila jumlah uang beredar sudah mengganggu stabilitas perekonomian.




2.2  Faslitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas yang diberikan bagi bank – bank umum dalam meminjam dana ke bank Indonesia, dengan tingkat bunga tertentu yang sudah ditetapkan.
Jika pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar maka pemerintah akan menurunkan tingkat suku bunga pinjaman, dengan demikian maka jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah. Sedangkan jika pemerintah ingin mengurang jumlah uang beredar maka pemerintah akan menaikkan tingkat suku bunga, dengan demikian maka jumlah uang yang beredar dimasyarakat akan berkurang.

2.3  Cadangan Wajib Minimum (Reserve Requirement Ratio)

Cadanagan wajib minimum adalah cadangan wajib yang harus ditaruh bank – bank umum dalam bank Indonesia, agar sewaktu – waktu jika bank itu bangkrut maka ada dana jaminan untuk simpanan nasabah.
Dalam hal ini pemerintah bisa memainkan cadangan wajib untuk mengatur jumlah uang beredar (JUB). Jika pemerintah ingin menambah uang yang beredar maka pemerintah akan menurunkan cadangan wajib minimum, namun sebaliknya jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar (JUB) maka pemerintah akan menaikkan cadangan wajib minimum.

2.4  Himbauan Moral

Himbauan moral adalah himbauan – himbauan seperti gubernur bank Indonesia memberi saran kepada bank – bank umum agar berhati – hati dalam memberikan kredit kepada masyarakat.
3.      Jenis Kebijakan Moneter

a.       Kebijakan Moneter Ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)
b.      Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)

4.      Tujuan Kebijakan Moneter

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang  ditetapkan oleh Pemerintah.  Secara operasional, pengendalian  sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.  Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

5.      Laporan Hasil dari Kebijakan Moneter dalam Triwulan III tahun 2013

Berdasarkan data yang saya dapatkan dari situs www.bi.go.id, maka didapatkan hasil sebagai berikut yaitu Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 Oktober 2013 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 7,25%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 7,25% dan 5,50%. Bank Indonesia akan mencermati perkembangan perekonomian global dan nasional serta akan mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan bahwa tekanan inflasi tetap terkendali, stabilitas nilai tukar Rupiah terjaga kondisi fundamentalnya, serta defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang sustainable. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah khususnya dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Bank Indonesia meyakini bahwa kebijakan-kebijakan tersebut serta berbagai kebijakan yang telah ditempuh sebelumnya akan mempercepat penyesuaian defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dan mengendalikan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014.
Bank Indonesia mencermati perekonomian global cenderung melambat dan diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi. Kinerja perekonomian di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan Jepang belum kuat meski mulai menunjukkan perbaikan. Sementara itu, perekonomian negara berkembang dibayangi risiko penurunan pertumbuhan ekonomi serta menurunnya kinerja transaksi berjalan dan pelemahan nilai tukar. Pada saat yang sama, penurunan harga komoditas masih terus terjadi, kecuali harga minyak. Di pasar keuangan, sejumlah risiko terkait dengan penundaan kebijakan pengurangan stimulus The Fed (tapering), perdebatan debt ceiling dan penghentian sementara layanan pemerintah AS (government shutdown). Secara keseluruhan, melalui jalur perdagangan perkembangan perekonomian global tersebut memberikan tekanan pada kinerja ekspor negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sementara itu, melalui jalur keuangan perkembangan tersebut dalam jangka sangat pendek mendorong masuknya aliran dana nonresiden ke bursa saham dan obligasi kawasan serta menguatnya mata uang Asia.
Sejalan dengan pelemahan ekonomi global yang masih berlanjut, kinerja perekonomian domestik menunjukkan kecenderungan yang melambat. Perekonomian domestik diprakirakan tumbuh 5,6% di Triwulan III-2013 dan untuk 2013 masih berada pada kisaran 5,5%-5,9%. Kinerja ekonomi global yang masih melambat dan pergerakan harga komoditas yang masih cenderung menurun, mendorong masih terbatasnya kinerja ekspor. Konsumsi rumah tangga dan investasi diprakirakan masih tertekan sebagai dampak dari menurunnya daya beli akibat tingginya tekanan harga pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Kinerja perekonomian nasional diprakirakan akan membaik pada tahun 2014, sejalan dengan perekonomian global dan harga komoditas yang diprakirakan membaik. Secara keseluruhan, perekonomian Indonesia diprakirakan tumbuh lebih tinggi mencapai 5,8% - 6,2%.
Dari sisi eksternal, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan III-2013 diprakirakan akan membaik. Defisit transaksi berjalan akan menyempit terutama dengan menurunnya impor seiring dengan melemahnya permintaan domestik dan dampak pelemahan nilai tukar Rupiah. Di sisi lain, surplus Transaksi Modal dan Finansial (TMF) akan lebih besar, seiring kembali masuknya investor asing pada SBI dan SUN serta berkurangnya net jual asing atas saham domestik sebagai respon kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah serta penundaan tapering off di AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir September 2013 diprakirakan menjadi 95,7 miliar dolar AS, meningkat dari posisi akhir Agustus 2013 sebesar 93,0 miliar dolar AS. Cadangan devisa pada akhir September tersebut setara dengan 5,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Nilai tukar rupiah pada triwulan III 2013 mengalami depresiasi sejalan dengan nilai fundamentalnya. Secara rata-rata, rupiah melemah 8,18% (qtq) ke level Rp 10.652 per dolar AS atau secara point to point rupiah terdepresiasi 14,29% (qtq) ke level Rp 11.580 per dolar AS. Seperti halnya pelemahan mata uang negara-negara di kawasan Asia, depresiasi nilai tukar rupiah terutama dipengaruhi penyesuaian kepemilikan nonresiden di aset keuangan domestik dipicu sentimen terkait pengurangan (tapering off) stimulus moneter oleh the Fed. Dari sisi fundamental, tekanan depresiasi rupiah lebih besar dengan relatif tingginya defisit transaksi berjalan di Indonesia. Pada akhir triwulan III 2013 tekanan rupiah berkurang sejalan dengan membaiknya kinerja inflasi dan neraca perdagangan serta sentimen positif penundaan tapering off oleh the Fed. Keyakinan pasar valas semakin pulih dengan permintaan dan penawaran yang semakin aktif dan berimbang dalam membentuk nilai tukar rupiah di pasar. Bank Indonesia memandang bahwa perkembangan nilai tukar pada saat ini menggambarkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Tekanan inflasi mereda dan mencatat deflasi 0,35% (mtm) atau 8,40% (yoy) pada September 2013. Pasokan yang melimpah beberapa komoditas hortikultura, terutama bawang merah dan cabai, menyebabkan koreksi harga pangan tercatat cukup dalam. Selain itu, mulai turunnya harga daging sapi juga mendorong deflasi lebih lanjut sehingga kelompok volatile food mencatat deflasi 3,38% (mtm) atau inflasi 13,94% (yoy). Meredanya tekanan inflasi bulanan juga terjadi pada kelompok inti dan administered prices, masing-masing mencapai 0,57% (mtm) atau 4,72% (yoy) dan 0,34% (mtm) atau 15,47% (yoy), seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM dan koreksi harga paska Lebaran. Terkendalinya harga-harga tersebut sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia bahwa inflasi akan sangat rendah dan kembali ke pola normal mulai September dan bulan-bulan ke depan. Prospek tekanan inflasi yang menurun juga dipengaruhi dampak perlambatan permintaan domestik serta langkah-langkah penguatan koordinasi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah dalam pengendalian inflasi. Dengan perkembangan tersebut, inflasi 2013 diprakirakan berada pada kisaran 9,0% - 9,8%, dan kemudian menurun pada kisaran sasaran 4,5±1% pada tahun 2014.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dengan dukungan ketahanan industri perbankan yang tetap solid di tengah berbagai tekanan. Rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) tetap tinggi mencapai 17,89%, jauh di atas ketentuan minimum 8%, sedangkan rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) tetap terjaga rendah sebesar 1,99% pada bulan Agustus 2013. Hasil stress testing baik dari sisi likuiditas, kredit maupun permodalan juga menunjukkan ketahanan industri perbankan yang kuat terhadap berbagai risiko seperti perlambatan ekonomi, kenaikan suku bunga dan depresiasi nilai tukar Rupiah. Sementara itu, pertumbuhan kredit mulai menunjukkan perlambatan, meski pada Agustus 2013 masih cukup tinggi sebesar 22,2% (yoy). Pertumbuhan kredit terutama karena penarikan kredit dari komitmen sebelumnya, disamping pengaruh perhitungan nilai tukar, sementara komitmen kredit baru terus menurun. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit akan melambat seiring dengan kenaikan suku bunga, perlambatan permintaan domestik dan kebijakan makroprudensial yang ditempuh oleh Bank Indonesia.

6.      Analisis...

Berdasarkan laporan hasil kebijakan moneter dalam triwulan III tahun 2013. Dinyatakan bahwa hasil atau respon dari kebijakan moneter adalah sisi baiknya meredanya tekanan inflasi, neraca pembayaran indonesia membaik dan stabilnya sistem keuangan dan ketahanan industri perbankkan, sedangkan sisi buruknya adalah masih melambatnya kinerja perekonomian domestik dan nilai rupiah yang mengalami depresiasi.
Hal ini diakibatkan oleh dikeluarkannya 4 paket kebijakan moneter yaitu Pertama, BI mengeluarkan instrumen sertifikan deposito Bank Indonesia (SDBI). Surat berharga ini bertenor 3-9 bulan. Instrumen ini dapat diperdagangkan antar bank. Akan tetapi, SDBI ini tidak bisa diperdagangkan kepada pihak asing. Modelnya adalah lelang. Kedua, BI memperluar jangka waktu term deposit (TD) Valas menjadi 1 hari-12 bulan. Sebelumnya, TD valas bertenor 7,14 dan 30 hari. Ketiga, instrumen reswap, instrumen ini berkaitan dengan transaksi derivatif bank terkait dengan pada nasabah bank atau pihak terkait. Keempat, BI melakukan perluasan underlying pembelian valas bagi eksportir berupa dokumen penjualan hasil ekspor. Jangka waktu underlying itu maksimal 6 bulan dan batas maksimum pembelian valas US$200 juta.


C.   Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter adalah upaya mengendalikan atau mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang diinginkan dengan mengatur jumlah uang beredar (JUB).
Kebijakan moneter tidak bisa asal di keluarkan begitu saja, melainkan harus melihat beberapa instrument yang ada. Beberapa instrument itu adalah operasi pasar terbuka, politik diskonto, dan cadangan kas minimum yang bersifat kuantitatif dan himbauan – himbauan yang bersifat persuasif.
Dengan beberapa instrument tersebut pemerintah bisa memainkan peranannya dalam mengatur jumlah uang yang beredar (JUB), yaitu dimana jika pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar (JUB) dalam rangka mengurangi inflasi, maka pemerintah akan melakukan kebijakan – kebijakan yang akan mengakibatkan berkurangannya jumlah uang beredar sebagaimana yang tertulis diatas pada bagian instrumen – instrumen kebijakan moneter, kebijakan ini disebut kebijakan uang ketat/kebijakan kontraktif. Sedangkan jika pemerintah ingin menambah jumlah yang beredar dalam rangkan menambah daya beli masyarakat atau menambah lapangan kerja maka pemerintah akan melakukan kebijakan – kebijakan yang akan mengakibatkan bertambahnya jumlah uang beredar sebagaimana yang tertulis diatas pada bagian instrumen – instrumen kebijakan moneter, kebijakan ini disebut kebijakan uang longgar/kebijakan ekspansif.
Kemudian jika diperhatikan sebagaimana laporan triwulan hasil dari Kebijakan Moneter dalam Triwulan III tahun 2013, maka apa yang dilakukan pemerintah tergolong berhasil dan sesuai dengan teori yang ada dimana dengan dikeluarkannya 4 paket kebijakan moneter indonesia seperti yang tertulis diatas dapat mengakibatkan berkurangnya inflasi dan stabilnya perekonomian indonesia.



Daftar Pustaka

BI. Tujuan Kebijakan Monter. http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Tujuan+Kebijakan+Moneter/. Diakses pada tanggal 12 November 2013.

BI. Laporan Kebijakan Moneter – Triwulan III 2013. http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/Tinjauan+Kebijakan+Moneter/lkm_tw313.htm. Diakses pada tanggal 12 November 2013

Iswardono. 1994. Uang dan Bank Edisi 4. Yogyakarta: BPFE\

Kustianto, Bambang dan Rudy Badrudin. 1993. Ekonomi Makro Seri Dikat Kuliah. Depok: Universitas Gunadarma.


Rahardja, Prathama. Uang dan Perbankan. Jakarta: Rineka Cipta.

Rahardja, Pratahma dan Mandala Manurung.2008. Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar Edisi Keempat. Depok: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Ekonomi.