Nama : Antonius Fedrik Yohanes
NPM : 10210945
Kelas :
3ea06
1. Sumber
daya yang menipis di Indonesia
Menurut
pandangan saya, hal ini bukanlah suatu isu yang baru. Isu ini sudah lama
mengemuka namun tak kunjung ada kejelasan yang ada hanya gembar gembor belaka
tanpa ada suatu perbuatan yang nyata dan berefek besar. SDA dalam hal ini
adalah berbagai produk minyak bumi memang menjadi masalah yang mengemuka bukan
hanya di negeri ini, namun juga di dunia. Indonesia sebagai salah satu negara
yang mempunyai SDA dalam hal ini minyak bumi yang melimpah, namun tidak bisa
mengelolanya dan hanya mengekspornya dalam bentuk minyak mentah dan mengimpor
dalam berbagai bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM), maka ‘tak heran seriring
berkembangnya waktu SDA ini akan habis, karena membutuhkan waktu yang lama
untuk memperbaharuinya, contohnya diramalkan BBM akan habis pada tahun 2020.
Berbagai
solusi telah dikemukakan dimasyarakat, salah satu contohnya adalah ditemukan
SDA pengganti BBM yang baru dan yang bisa diperbaharui. Menurut saya solusi
yang tepat adalah kurangi penggunaanya, alasanya sederhana seiring berjalanya
waktu SDA akan habis, SDA pengganti BBM yang bisa diperbaharui tidaklah jelas
dan belumlah efektif penggunaanya, lagipula pasti tidak akan mencukupi
kebutuhan masyrakat pengguna BBM, ibarat pribahasa besar pasak daripada tiang. Cara
sederhana, cukup kurangi impor kendaraan mobil dan motor, dan perbaikin
infrastruktur angkutan umum yang ada serta batasi kepemilikan kendaraan
pribadi.
2. Ledakan
poulasi di Indonesia
Ledakan
populasi di Indonesia, bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Hal ini karena sudah
terbukti dan sudah menjadi wacana yang mengemuka sejak dahulu kala. Indonesia terkenal
dengan jumlah penduduk terbesar ke 2 setelah India, contohnya pada saat tahun
2010 jumlah 230 juta jiwa. Lebih dari di itu diramalkan bahwa jumlah penduduk
di Indonesia akan terus meningkat dan meningkat. Menurut pandangan saya, hal
ini tidak akan menjadi masalah jika peningkatan pendapatan disposibel
masyarakat seimbang dengan peningkatan populasi penduduk di Indonesia. Namun yang
menjadi masalah sesungguhnya menurut saya bukanlah ledakan populasinya, namun
adalah perkembangan populasi yang lebih besar dibandingkan dengan perkembangan
pendapatan disposibel masyarakat.
Banyak
sekali solusi yang bisa kita lihat di berbagai media yang ada, contohnya adalah
program KB (Keluarga Berencana) yang mencanangkan 2 anak sudah cukup. Namun nampaknya
itu hanya menjadi suatu gembar gembor belakan, karena tidak efektif dan tidak
efisien serta mengundang pro kontra, terkait dengan persepsi pembatasan
mempunyai keturunan. Menurut saya solusi yang efektif adalah ubah terlebih
dahulu persepsi dimata masyrakat, maksudnya jika masyrakat berpendapat setiap
anak punya rezekinya masing – masing, diubah bahwa anak itu bukan hanya dibuat
saja, namun juga dipelihara, nah untuk memelihara anak itu butuh biaya yang
cukup besar. Barulah program KB itu berjalan efektif, meski cuman berjalan 60
%, itu sudah bisa dikatakan efektif
3. Pemerintah
yang lemah, tidak efisien, dan korup
Pemerintah
yang lemah, tidak efisien dan korup, bukanlah sesuatu yang mengherankan karena
menurut saya ketika sistem demokrasi dijalankan di Indonesia mulai masa
reformasi masa pemerintahan B.J Habibie, sudah mulai nampak gejala pemeritahan
yang lemah, tidak efisien dan korup, akan tetapi masalah korupsi sudah ada
sejak masa VOC, bahkan hancurnya VOC itu salah satu penyebabnya adalah gara –
gara korupsi. Menurut saya permasalahan ini cukup kompleks dan terkait dari
moral dan hati setiap orang yang berada dalam pemerintahan. Namun secara
teoritis pemerintah yang lemah, tidak efisien dan korup mencerminkan pemimpin
yang lemah dan tidak bisa mengambil keputusan dengan tepat.
Menurut saya solusi untuk masalah
ini cukup rumit karena terkait dengan faktor pribadi dan psikologis seseorang. Namun
secara teoritis adalah dengan penguatan moral dari generasi penerus bangsa, hal
ini sudah ditanamkan sejak usia dini, seperti mata pelajaran PPKN/KWN, Upacara,
Kedisiplinan dsb.
4. Ketidak
seimbangan struktur perekonomian Indonesia
Ketidak-seimbangan
struktur perekonomian Indonesia, disini maksudnya adalah terkait dengan
ketidak-seimbangan distribusi pendapatan pemerintah yaitu seperti mengutip
pendapat Prabowo sebagai berikut, Prabowo mencontohkan sirkulasi uang di Indonesia. Sebanyak 60%
dari seluruh uang di Republik Indonesia beredar di ibukota Jakarta. Sebanyak
30% beredar di 32 kota lainnya. Hanya 10% dari uang yang beredar di seluruh
Indonesia ada di pedesaan. Sementara 60% penduduk Indonesia tinggal di
pedesaan. “Ini berarti 10% dari seluruh uang yang beredar di Indonesia
dinikmati 60% penduduk Indonesia,” ujarnya. Prabowo juga memberi ilustrasi
lain, yaitu persebaran uang di antara penduduk dilihat dari rekening di
bank-bank seluruh Indonesia. Hanya 0,1% dari jumlah rekening menguasai 37%
deposito. Mayoritas rekening memiliki tabungan di bawah Rp 100 juta tetapi hanya
menguasai 18,5% dari uang itu. “Adalah sebuah kenyataan bahwa 0,17% warga
Indonesia mengontrol 45% dari Pendapatan Nasional Bruto Indonesia,” kata putra
Begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo itu. Data anggaran negara juga
menunjukkan ketidakseimbangan struktur ekonomi Indonesia. Buktinya, dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2012 sebesar Rp
1.200 triliun, hanya 3% atau sebanyak Rp 36 triliun disediakan untuk sektor
pertanian. Padahal, 60% warga Indonesia hidup di sektor pertanian.
Solusinya
menurut saya adalah karena terkait dengan jumlah pendapatan negara yang berasal
dari masyrakat pada umunya itu sedikit dibandingkan dengan pendapatan yan
berasal dari masyarakat golongan menengah atas yang jumlah lebih kecil namun
dalam hal menyetor pendapatan bagi pemerintah lebih besar. Maka solusinya
adalah adanya pemerataan pendapatan dan juga pengaturan sturuk APBN untuk
sektor masyrakat golongan menengah kebawah